SRAGEN - Seorang anak kecil terpesona melihat dan memperhatikan gerakan-gerakan lembut dari sesuatu yang ada dalam kepompong. Tak begitu lama kepompong mulai itu robek dan nampaklah seekor bayi kupu-kupu menyembul menyeruat dari dinding kepompong. Dengan susah payah si bayi kupu-kupu menggerakkan tubuh lemahnya, ingin segara lepas dari belitan benang-benang tipis yang membalut jasadnya.
Muncul rasa iba kemudian munculah rasa keinginan dari sang anak kecil untuk menolong si bayi kupu-kupu keluar dari kepompongnya. Dengan pelan-pelan serta rasa kehati-hatian dibukanya belitan benang-benang halus tersebut. Al hasil, terlepaslah si bayi kupu-kupu dari "Kesulitan", dan sang anak kecil pun tertawa puas.
Tapi apa yang terjadi? Bayi kupu-kupu itu tidak mampu mengepakan sayapnya, dia hanya bergerak-gerak ditempatnya dan pada akhirnya si bayi kupu-kupu tidak mampu terbang, tergolek lemah tak berdaya.
Hikayah yang terjadi, memang sering sekali manusia yang bermaksud benar dengan memberi kasih sayang berupa pertolongan dan perlindungan, akan tetapi dengan cara-cara salah/keliru/tidak benar yang justru pada akhirnya membawa celaka bagi orang yang ingin di sayangi, ditolong dan dilindungi.
Contoh hal lain, misalnya orang tua terlalu sayang pada anaknya sehingga menjadi over protecting. Semua kebutuhan anak selalu terpenuhi (dituruti) secara berlebihan dengan cara sang anak dilarang segala hal yang memunculkan rasa khawatir dibenak orang tuanya, atau menekan agar menuruti semua keinginan orang tuanya tanpa berfikir selera anaknya. Hikayah perlakuan tersebut secara ilmu psikologi yang telah dikaji oleh beberapa pakar membuat tumbuh kembang kejiwaan sang anak menjadikannya tidak/kurang bisa mandiri dan cenderung penakut, sehingga tidak mampu bersaing dan berkompetisi dengan teman sebayanya.
Di satu sisi lain, fitrahnya setiap anak memiliki keunikan berupa bakat, watak, sifat dan karakternya sendiri-sendiri. Dari sinilah dibutuhkan kearifan serta kebijaksanaan ketika hendak memberikan asupan keperluan hidup si anak.
Baca juga:
Pura-Pura Budayawan
|
Sebagaimana bayi kupu-kupu tadi, belitan benang halus yang membalut tubuhnya memang terlihat jelas menyusahkanya dan menyulitkanya. Namun, sebenarnya belitan benang-benang halus itu justru "sarana" yang canggih, yang telah didesain oleh sang pencipta untuk melatih dan memberdayakan diri si bayi kupu agar mampu tampil elegan dengan kemandirianya. Kasih sayang ada batasnya, agar kasih sayang yang di terimanya tidak justru menjadi tabir penghalang dalam proses pengembangan jati diri.
Penulis : KRA. Tjatur Njoto Ryanto Proboningrat, S. Sos, MM.
Editor: RT. Sugiyanto